logo

program_prioritas_badilag_2023_untuk_web.jpg

 

Banner web IPAK dan IPKP TW I2024

 

banner pengaduan

Written by Super User on . Hits: 42

 


⚖️ HAK-HAK PEREMPUAN DAN ANAK PASCAPERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

Oleh: Muhammad Asyraf Nursal S.H.

 

 

             Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman suku, bahasa, dan agama yang pada umumnya hidup berdampingan secara rukun. Namun, dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, perselisihan tetap dapat terjadi dan kerap merembet hingga ke ranah keluarga. Tidak jarang pertengkaran yang berlarut-larut membuat hubungan pernikahan melemah, bahkan berujung pada perpisahan.

Dalam Islam, perceraian memang diperbolehkan, tetapi dipandang sebagai pilihan terakhir karena memiliki dampak sosial dan emosional yang besar. Hal ini tercermin dari penegasan Rasulullah SAW bahwa perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

أَبْغَضُ الحَلَالِ عِنْدَ اللَّهِ الطَّلَاقُ "Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq (perceraian)." (HR Abu Dawud dishahihkan oleh Imam As-Suyuthi)

             Segala upaya yang telah dilakukan untuk mendamaikan tetap tidak berhasil menyebabkan terpisahnya suatu hubungan antara suami dan istri yang menyebabkan lahirnya hak-hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian di Pengadilan Agama.

Kesan bahwa setelah perceraian di Pengadilan Agama "yang dapat hak hanya perempuan dan anak" biasanya muncul karena putusan lebih sering menegaskan hal yang paling konkret, yaitu perlindungan dan pembiayaan anak serta kewajiban tertentu yang dibebankan kepada mantan suami:

  • Undang-Undang Perkawinan menegaskan orang tua tetap wajib memelihara dan mendidik anak meski bercerai, dan pada prinsipnya ayah menanggung biaya pemeliharaan serta pendidikan anak (sementara bila terjadi sengketa penguasaan anak, pengadilan yang memutus).

  • Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengatur pola umum pemeliharaan anak dan kewajiban pembiayaannya, termasuk bahwa pengadilan dapat menetapkan besaran biaya pemeliharaan dan pendidikan anak dengan memperhatikan kemampuan ayah.

  • Selain itu, pada kondisi tertentu (misalnya cerai talak), KHI memuat kewajiban pascaperceraian seperti mut'ah dan nafkah iddah yang "terlihat" sebagai hak mantan istri.

Sementara itu, hak pihak laki-laki seperti memperjuangkan pengasuhan (bila demi kepentingan anak) dan hak atas pembagian harta bersama pada dasarnya tetap ada, tetapi sering tidak tampak dalam amar putusan bila tidak dimohonkan atau tidak disengketakan.

WhatsApp_Image_2025-12-17_at_12.52.02.jpeg


1. Hak-Hak Perempuan

Hak-hak Perempuan pascaperceraian dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:

  • Nafkah Iddah: Nafkah yang diberikan suami kepada mantan istri selama masa iddah (90 hari) atau 3 bulan.

  • Mut'ah: Pemberian kenang-kenangan berupa uang atau benda untuk menghibur mantan istri.

  • Maskan dan Kiswah: Maskan ialah tempat tinggal dan Kiswah ialah pakaian yang harus tetap diberikan selama masa iddah kepada mantan istri.

  • Mahar yang Terutang: Mahar yang telah disepakati ketika akad nikah, tetapi belum dibayarkan seluruhnya oleh mantan suami kepada mantan istri.

  • Nafkah Terdahulu (Madhiyah): Nafkah yang belum diberikan suami kepada mantan istri sebelum terjadinya perceraian.

  • Memberikan Biaya Hadhanah: Biaya untuk mengasuh anak sampai anak berusia 21 Tahun.

2. Hak-Hak Anak

Hak-hak Anak pascaperceraian meliputi:

  • Nafkah Madhiyah Anak: Nafkah kepada anak yang belum diberikan sebelum terjadinya perceraian.

  • Biaya Hadhanah dan Nafkah Harian: Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak dari ayah.

  • Nafkah Anak: Walaupun anak diasuh oleh Ibu, Ayah wajib membayarkan nafkah kepada anaknya.


Cara Mengajukan Hak-Hak Pascaperceraian di Pengadilan Agama

Berikut adalah tata cara mengajukan hak-hak tersebut di Pengadilan Agama:

  • Mencantumkan dalam gugatan: Pada saat membuat gugatan, mencantumkan tuntutan untuk hak-hak tersebut.

  • Dimohonkan dalam persidangan: Ketika persidangan, selama belum memasuki agenda pembuktian, hak-hak tersebut bisa diajukan kepada hakim.

  • Lampirkan bukti penghasilan: Sebagai bukti dukung pemenuhan hak-hak nafkah diperlukan slip gaji atau slip penghasilan dari Ayah atau Suami.

  • Jika menjadi termohon: Dapat mengajukan tuntutan balik di sidang (rekonvensi).


Penghalang Perempuan Mendapatkan Haknya

Tidak semua istri boleh mengajukan hak-hak tersebut. Ada hal-hal yang dapat menghalangi terpenuhinya hak-hak perempuan:

  • Nusyuz: Ketika istri tak menjalankan kewajiban-kewajiban dalam kehidupan perkawinannya.

  • Qobla al-dukhul: Perceraian sebelum hubungan suami-istri (qobla al-dukhul) dalam KHI mengecualikan mut'ah bagi bekas istri, sehingga mut'ah tidak ada.

  • Tidak dimohonkan: Hak-hak pascaperceraian sering tidak muncul dalam amar putusan karena tidak diminta, kurang bukti, atau pertimbangannya tidak cukup (misalnya kemampuan ekonomi, kebutuhan, dan fakta rumah tangga).


Upaya Pengadilan dalam Kasus Perselisihan

             Dari beberapa fakta yang diperoleh, pokok permasalahan yang terjadi pada pasangan seringkali adalah pemberian nafkah yang terlalu sedikit oleh suami, sehingga kebutuhan rumah tangganya kurang terpenuhi, akibatnya diantara mereka sering terjadi percekcokan.

Upaya pihak Pengadilan dalam menjaga keutuhan rumah tangga yang berperkara dilakukan dengan beberapa cara:

  1. Pada sidang pertama, Hakim mengupayakan perdamaian dengan cara memberikan beberapa saran kepada pihak berperkara yang hadir.

  2. Menyarankan keluarga untuk musyawarah kembali membahas permasalahan.

  3. Upaya selanjutnya adalah dengan melakukan mediasi. Dalam proses ini, pihak pengadilan mengajak semua dari pihak yang berperkara serta keluarganya untuk mencari jalan damai, tujuannya supaya pihak yang berperkara mau kembali berdamai dan meneruskan hubungan keluarga diantara keduanya.


📚 DAFTAR PUSTAKA DAN SUMBER

  1. Mughniyah, Muhammad Jawal. 1996. Al- Fiqh Ala Al- Madzahib Al- Khamsah. Jakarta: Pt Lentera Basritama. Hlm 403.

  2. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan): Mencakup Pasal 37, Pasal 41, Pasal 41 huruf (c), dan Pasal 45.

  3. Presiden Republik Indonesia, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI): Mencakup Pasal 97, Pasal 105, Pasal 149, Pasal 149 huruf (c), dan Pasal 156 huruf (f).

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Arso

Jl Bhayangkara Swakarsa Kampung Asyaman Distrik Arso Kab Keerom

Telp: 0811 485 0033

Fax: (0967) 588924

Email  : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

          

 

 logo_utub.png ig2.png  logo_fb.png 

           

  

Tautan Aplikasi

CCTV Button WhatsApp Button